Peluncuran layanan 5G oleh Telkomsel pada 27 Mei lalu menandai zaman baru teknologi di Indonesia, untuk pertama kalinya negeri ini merasakan jaringan 5G untuk komersial.

Setelah diluncurkan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi, Telkomsel pada Kamis (3/6) lalu memperluas layanan Hyper 5G mereka ke kota Solo, Jawa Tengah; Medan, Sumatera Utara; dan Balikpapan, Kalimantan Timur.

“Hadirnya Telkomsel 5G ini merupakan simbol komitmen kami untuk memajukan setiap daerah sebagai pondasi ekosistem digital nasional yang inklusif dan berkelanjutan,” kata Direktur Utama Telkomsel, Hendri Mulya Syam, tentang perluasan layanan 5G mereka.

Kehadiran 5G di tengah pandemi virus corona menunjukkan bahwa kita tidak bisa lagi menampik kehadiran teknologi, penggunaan teknologi dalam kegiatan sehari-hari sudah tidak bisa terelakkan lagi.

Pada tahap awal, akan ada sembilan kota yang bisa merasakan jaringan 5G dari operator seluler BUMN tersebut. Di setiap kota, sebaran 5G untuk saat ini pun belum di semua titik.

Sebagai contoh, di Jakarta, 5G baru bisa dirasakan di kawasan Widya Chandra, Pantai Indah Kapuk, Pondok Indah dan Kelapa Gading. Kesan eksklusif jaringan ini muncul, selain karena areanya terbatas, tidak semua ponsel mendukung jaringan 5G.

Padahal, jika ditelaah lebih jauh, jaringan 5G jauh dari kesan eksklusif, terutama di era pandemi ini, yang mau tidak mau mendorong setiap orang untuk terhubung dengan jaringan internet.

Kebutuhan masyarakat akan internet semakin besar, dipicu oleh pandemi. Selama setahun belakangan ini, masyarakat tentu tidak asing dengan istilah work form home (WFH) dan Pembelajaran Jarak Jauh, ditambah lagi dengan keperluan berbelanja lewat platform dalam jaringan.

Jaringan 5G menawarkan solusi atas hambatan yang selama ini dirasakan selama bekerja dari rumah, terutama dari segi kecepatan. 5G digadang-gadang memiliki kecepatan hingga 100 kali lebih cepat dari 4G.

Layanan 5G yang ada sekarang ini, meski pun terbatas, menawarkan kecepatan di atas kertas hingga 700MB per detik, bandingkan dengan kecepatan rata-rata internet di Indonesia, yang menurut data Speedtest Global Index per Januari 2021, sebesar 17,33MB per detik.

Tidak hanya kecepatan tinggi, 5G menjanjikan latensi yang lebih rendah dibandingkan 4G. Latensi merupakan waktu perjalanan data, diukur dalam milidetik.

Semakin rendah latensi, semakin cepat data bergerak sehingga pekerjaan juga semakin cepat. Bayangkan ketika melakukan konferensi video dengan jaringan 5G, kecepatan dan latensi rendah akan memberikan video dan audio yang mulus sepanjang panggilan.

Jaringan 5G tidak hanya bisa digunakan manusia, namun, juga komunikasi mesin ke mesin, seperti dinyatakan Hendri saat peluncuran 5G di Solo.

Beberapa ahli semula memperkirakan 5G akan lebih dulu digunakan di area manufaktur karena ketersediaan infrastruktur.

Infrastruktur 5G
Begitu jaringan 5G meluncur pekan lalu, Indonesia secara simultan menggunakan jaringan 4G dan 5G. Kehadiran jaringan 5G tidak berarti mengeliminasi jaringan 4G, yang saat ini masih terus didorong pemerintah agar merata.

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, saat peluncuran 5G Telkomsel pada Kamis (3/6) menyatakan tidak ada pertentangan antara jaringan 4G dan 5G saat ini.

“Kita perlu terobosan,” kata Johnny.

Di sisi lain, Kominfo terus membangun infrastruktur telekomunikasi di Indonesia, terutama wilayah tertinggal, terdepan dan terluar atau 3T.

Pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia saat ini masih dititikberatkan pada 4G, yang diharapkan bisa selesai pada 2022.

Ketika infrastruktur telekomunikasi 4G sudah merata, masyarakat tentu akan lebih mudah mendapatkan akses internet cepat.

Perlahan, sambil mengembangkan ekosistem, penggelaran jaringan 5G juga bisa meluas. Berdasarkan hitung-hitungan teknis, adopsi 5G diperkirakan lancar jika 4G sudah merata.

Layanan 5G dari Telkomsel saat ini berjalan di frekuensi 2,3GHz. Tidak menutup kemungkinan 5G di Indonesia akan berjalan di pita frekuensi lain, apalagi pemerintah berkomitmen menyediakan alokasi untuk 5G di spektrum low band, mid band dan high band.

Data dari OpenSignal menunjukkan operator seluler perlu mendorong migrasi dari 3G ke 4G dan memperbarui pita spektrum 2G dan 3G ke layanan 4G, untuk membantu mempercepat penyebaran 4G dn 5G di Indonesia.

Jika pita frekuensi yang selama ini digunakan untuk layanan 2G dan 4G dialihkan ke 4G, jaringan 4G akan semakin meningkat, jaringan 4G dan 5G pun akan lebih efisien.

Peran pemerintah
Pemerintah berkomitmen untuk mendukung tata kelola 5G melalui lima aspek, yaitu aspek regulasi, spektrum frekuensi radio, model bisnis, infrastruktur, dan perangkat, ekosistem serta talenta digital.

Dari aspek regulasi, ada delapan regulasi yang mendukung 5G yaitu Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, PP Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit, PP Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran, Rancangan Undang-Undang tentang Pelindungan Data Pribadi dan Peraturan Menteri Kominfo sebagai aturan pelaksanaan.

Mengenai spektrum frekuensi radio, pemerintah berkomitmen menyediakan tiga spektrum frekuensi radio di tiga lapisan, yaitu low band di bawah 1GHz, middle band di rentang 1-6GHz dan high band di atas 6GHZ.

Dalam model bisnis, kementerian melihat akan ada banyak perubahan terutama di industri telekomunikasi, manufaktur dan otomotif.

Sementara dari segi infrastruktur, pemerintah saat ini antara lain membangun menara BTS dan mempercepat fiberisasi.

Terakhir, pemerintah berupaya mendukung ekosistem lokal agar 5G membuka peluang bagi potensi di dalam negeri. Dari sisi sumber daya manusia, pemerintah berupaya menambah wawasan 5G melalui pendidikan formal.

Teknologi, jaringan 5G, tidak bisa dihindari, mari manfaatkan internet cepat ini untuk aktivitas yang positif dan produktif. (*/cr1)